WOLDNEWSWAVE — Jakarta – Lembaga Perlindungan Data Pribadi Hong Kong mengatakan sedang melakukan penyelidikan mendalam atas kebocoran data perusahaan Louis Vuitton.
Kebocoran ini berdampak pada 419.000 pelanggan setelah serangan siber pada merek pakaian mewah tersebut pada Juni 2025 di Korea Selatan.
“Data yang bocor antara lain termasuk nama, informasi paspor, alamat, alamat surel, serta nomor telepon, riwayat pembelian dan ketertarikan produk,” ujar Komisaris Lembaga Perlindungan Data Pribadi Hong Kong dari sebuah pernyataan melalui email tersurat, dikutip dari Reuters, Selasa (22/7/2025)
Louis Vuitton mengakui adanya insiden pembobolan data yang terjadi pada 17 Juli 2025 di kantor mereka.
Seorang inspektur kantor cabang Prancis menemukan aktivitas mencurigakan yang terlihat di sistem komputer pada 13 Juni 2025, kemudian menemukan kebocoran pada 2 Juli 2025 yang berdampak pada pelanggang Hong Kong.
Lembaga Perlindungan Data Pribadi Hong Kong mengatakan telah melakukan penyelidikan terhadap Louis Vuitton Hong Kong, termasuk menyelidiki apakah terdapat keterlambatan pemberitahuan.
“Sampai saat ini belum ada keluhan yang masuk,” tutur lembaga tersebut.
Peristiwa ini terjadi setelah adanya pembobolan sistem di Louis Vuitton Korea pada Juni lalu. Kebocoran data yang terjadi mengakibatkan terbebernya sebagian data pribadi konsumen, termasuk di antaranya informasi kontak.
Investigasi
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5277244/original/072810300_1752024739-llibert-losada-wG61Pzkoz7k-unsplash.jpg)
Lebih lanjut, Louis Vuitton menyatakan sedang bekerja sama dengan para ahli keamanan siber untuk menyelidiki insiden tersebut dan telah memberi tahu regulator terkait.
Insiden ini menyusul pelanggaran serupa yang diungkap Tiffany & Co. pada April 2025 dan House of Dior pada Mei 2025, yang berdampak pada pelanggan di Korea Selatan.
Namum, jumlah pelanggan yang terdampak belum diungkap secara keseluruhan. Perkiraan angkanya baru datang dari Hong Kong.
Kasus Serupa
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5277245/original/005676100_1752024744-wixun-yun-9ez9P8kP_KY-unsplash.jpg)
Bulan lalu, merek fesyen The North Face dan toko perhiasan mewah Cartier, melaporkan pencurian data pelanggan akibat serangan siber.
The North Face telah mengirimkan email pada beberapa pelanggan yang menyatakan telah menemukan serangan “skala kecil” pada April 2025.
Cartier mengatakan “pihak yang tidak berwenang mendapatkan akses sementara ke sistem kami.”
Kedua merek tersebut menyatakan bahwa data, seperti nama dan alamat email pelanggan telah dicuri, tapi informasi keuangan tidak.
The North Face memberi tahu pelanggan bahwa peretas menggunakan teknik yang disebut “credential stuffing,” di mana penyerang mencoba nama pengguna dan kata sandi yang dicuri dari pelanggaran data lain, dengan harapan pelanggan telah menggunakan kembali kata sandi yang sama di beberapa akun.
Mereka mengatakan, para penyerang mungkin telah berhasil mengakses alamat pengiriman dan riwayat pembelian beberapa pengguna. Pelanggan yang terdampak perlu mengubah kata sandi mereka.